بَابُ مَا جَاءَ فِيْ
إِبْطَالِ مِيْرَاثِ وَلَدِ الزِّنَا.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ
حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيْعَةَ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ
جَدِّهِ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ قَالَ أَيُّمَا رَجُلٍ
عَاهَرَ بِحُرَّةٍ أَوْ أَمَةٍ فَالْوَلَدُ وَلَدُ زِنَا لَا يَرِثُ وَلَا
يُوْرَثُ.
قَالَ أَبُو عِيْسَى:
وَقَدْ رَوَى غَيْرُ ابْنِ لَهِيْعَةَ هَذَا الْحَدِيْثَ عَنْ عَمْرِو بْنِ
شُعَيْبٍ وَالْعَمَلُ عَلَى هٰذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ أَنَّ وَلَدَ الزِّنَا
لَا يَرِثُ مِنْ أَبِيْهِ. رواه الترميذى فى كتاب الفرائض
Artinya: Nabi SAW
Bersabda: Siapa saja yang melakukan Zina kepada Wanita merdeka atau Wanita
hamba sahaya, kemudian menghasilkan anak, maka Anak tersebut adalah Anak Zina,
yang tidak dapat mewarist harta dan tidak dapat diwarist harta. (Penjelasan: Anak Zina putus Nasab dari Bapak, jikalau Anak Zina
tersebut adalah wanita, maka putus perwalian anak tersebut/ tidak punya wali
dari Nasabnya). Abu Isa
(Imam At Tirmidzi) berkata: Hadist ini Selain Riwayatnya Ibni Lahi’ah ini, juga
di riwayat kan oleh ‘Amri Bin Syu’aib. Penjelasan hadist ini, menurrut Ahli
Ilmu adalah: Anak Zina tidak dapat saling mewarist dari arah bapaknya (putus
nasab dari bapak). HR At
Tirmidzi fi kitabil Faraidh
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ
عَنْ يَحْيَى عَنْ شُعْبَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا
هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ الْوَلَدُ
لِصَاحِبِ الْفِرَاشِ. رواه البخارى فى كتاب الفرائض
Artinya: Nabi SAW besabda: Anak bagi yang memiliki Alas (Suami
atau Majikan). HR Bukhari fi Kitabil
Faraidh
Yang dimaksut
Al-Walad dalam hadist ini adalah anak yang dicurigai dari hasil zina, tetapi
tidak ada bukti/ saksi.
Yang dimaksut
Shahibil Firasy adalah Orang yang menguasai ibu anak tersebut.
Seorang anak yang dicurigai
dari hasil zina, selama tidak terbukti dari hasil zina, maka menjadi haq orang
yang menguasai ibu anak tersebut (Shahibil Firasy).
Kalau ibu anak tersebut
budak/ hamba sahaya maka shahibil firasy adalah majikannya. Kalau ibu anak
tersebut perempuan merdeka, maka shahibil firasy adalah suaminya.
Cerita mengenai Hadist
diatas adalah:
كان عتبة عهد إلى أخيه سعد: أن ابن وليدة زمعة مني، فاقبضه إليك، فلما
كان عام الفتح أخذه سعد، فقال: ابن أخي عهد إلي فيه، فقام عبد بن زمعة، فقال: أخي
وابن وليدة أبي، ولد على فراشه، فتساوقا إلى النبي صلى الله عليه وسلم، فقال سعد:
يا رسول الله، ابن أخي، قد كان عهد إلي فيه، فقال عبد بن زمعة: أخي وابن وليدة
أبي، ولد على فراشه، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: (هو لك يا عبد بن زمعة، الولد
للفراش وللعاهر الحجر). ثم قال لسودة بنت زمعة: (احتجبي منه). لما رأى من شبهه
بعتبة، فما رآها حتى لقي الله.
Diceritakan Utbah
Bin Abi Waqosd berpesan kepada saudara Laki-lakinya yang bernama Sa’ad Bin Abi
Waqosh, yang isinya: “Anak Laki-lakinya Budak Perempuannya Zam’ah adalah hasil
perselingkuhanku, Maka ambillah Anak itu dari Zam’ah, karena dia adalah
keponakanmu. Ketika Fathul Makkah, maka Sa’ad Bin Abi Waqosh bermaksut
mengambil anak tersebut (dengan alasan anak tersebut adalah anak saudaraku/
keponakanku), namun ‘Abed Bin Zam’ah (Anaknya Zam’ah) mencegahnya, seraya
berkata: anak itu bukanlah keponakanmu, melainkan dia adalah saudaraku, karena
ibunya adalah budak bapakku (Budaknya Zam’ah). Terjadi perselisihan, kemudian terdengar
oleh Nabi, maka Nabi menghukumi: Al Waladu Ala Firosyihi/ Anak tersebut yang
memilki adalah orang yang menguasai ibu anak tersebsebut (Ibu Anak tersebut
adalah budaknya Zam’ah, maka Anak tersebut Miliknya Zam’ah). Kemudia Nabi
bersabda: Anak tersebut adalah saudaramu wahai ‘Abed Bin Zam’ah.
Sebagai Penjelasan: Jika
tidak Terbukti dari hasil zina, maka kembali ke hukum asal, yaitu anak tersebut
untuk yang memiliki alas (Suami/ Majikan). Seperti contoh ceritanya Utbah Bin
Waqosh di atas, anak tersebut tidak terbukti hasil perzinaan antara Utbah dan
budaknya Zam’ah, Maka Nabi menghukumi kepemilikan anak tersebut untuk Zam’ah
(sebagai Majikan)
Namun jikalau dapat
terbukti bahwa itu anak zina (Mungkin dengan adanya 4 Orang yang menyaksikan
dia Zina, atau sang Istri/ Budak perempuan itu mengakui bahwa dia telah
berzina) maka فَالْوَلَدُ وَلَدُ زِنَا لَا يَرِثُ وَلَا يُوْرَثُ, Anak tersebut adalah
anak zina, yang tidak dapat mewarist atau diwarist.
NB: Walaupun Anak Zina
tidak dapat mendapatkan waristan dari bapaknya, tetap bisa mendapatkan Harta
waristan dari Ibunya.
Hikmahnya: Janganlah Berbuat Zina.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar