Sabtu, 12 April 2014

BAB XX ‘Umra


بَابُ الْعُمْرَى
‘Umro: adalah pemberian kepada Orang lain untuk dimiliki seumur hidup orang yang diberi.
١٦٢٥- حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى. قَالَ: قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِالرَّحْمٰنِ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِاللهِ أَنَّ رَسُولَ اللهِ قَالَ (أَيُّمَا رَجُلٍ أُعْمِرَ عُمْرَى لَهُ وَلِعَقِبِهِ، فَإِنَّهَا لِلَّذِيْ أُعْطِيَهَا. لَا تَرْجِعُ إِلَى الَّذِي أَعْطَاهَا. لِأَنَّهُ أَعْطَى عَطَاءً وَقَعَتْ فِيْهِ الْمَوَارِيْثُ). رواه مسلم فى كتاب الهبات
Artinya: Nabi SAW bersabda: Siapapun laki-laki yang diberi sesuatu secara ‘Umro, maka ‘Umro tersebut untuknya dan anak turunnya, setatus ‘Umro adalah milik orang yang diberi. ‘Umro tidak dapat kembali kepada Orang yang memberi. Karena orang itu memberi pada sesuatu pemberian, yang jatuh (berlaku) hukum warist pada pemberian tersebut. HR Muslim fi Kitabil Hibat
١٦٢٥- حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيْمَ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ (وَاللَّفْظُ لِعَبْدٍ). قَالَا: أَخْبَرَنَا عَبْدُالرَّزَّاقِ. أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ جَابِرٍ. قَالَ إِنَّمَا الْعُمْرَى الَّتِي أَجَازَ رَسُوْلُ اللهِ أَنْ يَقُوْلَ: هِيَ لَكَ وَلِعَقِبِكَ. فَأَمَّا إِذَا قَالَ: هِيَ لَكَ مَا عِشْتَ، فَإِنَّهَا تَرْجِعُ إِلَى صَاحِبِهَا قَالَ مَعْمَرٌ: وَكَانَ الزُّهْرِيُّ يُفْتِي بِهِ. رواه مسلم فى كتاب الهبات
Artinya: Abu Salamah berkata: Sesungguhnya Nabi SAW Meneruskan hukum ‘Umro (pengertian asli ‘Umro adalah hanya sebatas untuk yang diberi. Setelah yang diberi mati, Umro kembali pada yang memberi). Seorang pemberi ‘Umro hendaknya berkata:  ‘Umro ini untuk mu dan untuk anak turun mu. Ketika seseorang berkata: Umro ini hanya selama hidup kamu, maka Umro tersebut dapat kembali kepada Orang yang memberi. Ma’mar berkata: Zuhri juga mempunyai pituah yang serupa tentang hadist ini.
Menurut ulama’ yang meriwayatkan hadist diatas, bahwa Hukum ‘Umro tergantung ‘Akadnya. Di riwayat lain dijelaskan, walaupun bagai manapun ‘Akadnya, Nabi tetap menghukumi ‘Umro untuk Orang yang diberi (dan untuk diwarist), tidak dapat kembali kepada orang yang memberi (Sumber: Bukhari no 2482 atau Pada Hadist-hadist dibawah ini).
Untuk ke Mashlahatan, Para ‘Ulama’ sepakat: walau bagaimanapun ‘Akadnya, ‘Umro tidak dapat kembali kepada Orang yang memberi.
١٦٢٥- حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ. حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي فُدَيْكٍ عَنِ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِالرَّحْمٰنِ، عَنْ جَابِرٍ (وَهُوَ ابْنُ عَبْدِاللهِ) أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَضَى فِيْمَنْ أُعْمِرَ عُمْرَى لَهُ وَلِعَقِبِهِ، فَهِيَ لَهُ بَتْلَةً. لَا يَجُوْزُ لِلْمُعْطِي فِيْهَا شَرْطٌا وَلَا  ثُنْيَا قَالَ أَبُو سَلَمَةَ: لِأَنَّهُ أَعْطَى عَطَاءً وَقَعَتْ فِيْهِ الْمَوَارِيْثُ. فَقَطَعَتِ الْمَوَارِيْثُ شَرْطَهُ. رواه مسلم فى كتاب الهبات
Artinya: Sesungguhnya Nabi SAW menghukumi seseorang yang mendapat pemberian secara ‘Umro, bahwa ‘Umro tersebut untuknya dan untuk anak turunnya (dapat diwarist). Umro Hukumnya Terus (dimiliki seterusnya/ tidak dapat kembali kepada Orang yang memberi). Seseorang jika ingin memberi sesuatu, tidak boleh memberi syarat dan pengecualian (contoh: ini untukmu, syaratnya kamu menerima lamaran saya). Karena ketika seseorang memberi pada sesuatu pemberian, maka jatuh (berlaku) hukum warist pada pemberian tersebut. Dan sesuatu yang sudah kejatuhan Hukum Waris, Semua Syarat yang pernah terjadi itu Batal. HR Muslim fi Kitabil Hibat
Contoh: “saya kasih motor, syaratnya jangan kamu pakai kebut-kebutan”. Jika akad nya seperti itu, motor hukumnya shah untuk yang menerima, namun syaratnya batal, karena jatuh hukum warist dimotor tersebut. Adapun jika yang diberi memakai motor dengan tidak kebut-kebutan, itu lebih baik, sebagai tanda menghargai/ menghormati kepada orang yang telah memberi.
١٦٢٥- وَحَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ وَإِسْحَاقُ بْنُ مَنْصُوْرٍ (وَاللَّفْظُ لِابْنِ رَافِعٍ). قَالَا: حَدَّثَنَا عَبْدُالرَّزَّاقِ. أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ. أَخْبَرَنِي أَبُو الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ، قَالَ أَعْمَرَتِ امْرَأَةٌ بِالْمَدِيْنَةِ حَائِطًا لَهَا ابْنًا لَهَا. ثُمَّ تُوُفِّىَ، وَتُوُفِّيَتْ بَعْدَهُ، وَتَرَكَتْ وَلَدًا، وَلَهُ إِخْوَةٌ بَنُوْنَ لِلْمُعْمِرَةِ. فَقَالَ وَلَدُ الْمُعْمِرَةِ: رَجَعَ الْحَائِطُ إِلَيْنَا. وَقَالَ بَنُو الْمُعْمَرِ: بَلْ كَانَ لِأَبِيْنَا حَيَاتَهُ وَمَوْتَهُ. فَاخْتَصَمُوا إِلَى طَارِقٍ مَوْلَى عُثْمَانَ. فَدَعَا جَابِرً فَشَهِدَ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ بِالْعُمْرَى لِصَاحِبِهَا. فَقَضَى بِذٰلِكَ طَارِقٌ. ثُمَّ كَتَبَ إِلَى عَبْدِالْمَلِكِ فَأَخْبَرَهُ ذٰلِكَ. وَأَخْبَرَهُ بِشَهَادَةِ جَابِرٍ. فَقَالَ عَبْدُالْمَلِكِ: صَدَقَ جَابِرٌ. فَأَمْضَى ذٰلِكَ طَارِقٌ. فَإِنَّ ذٰلِكَ الْحَائِطَ لِبَنِي الْمُعْمَرِ حَتَّى الْيَوْمِ. رواه مسلم فى كتاب الهبات
Artinya: Jabir berkata: ada seorang Wanita yang memberi ‘Umro berupa kebun, kepada Anak Laki-lakinya. Singkat cerita Anak Laki-laki tersebut meninggal (orang yang diberi ‘Umro), setelah itu Wanita itu juga meninggal (Orang yang memberi ‘Umro). Wanita tersebut memiliki Anak (Anak lain, yang masih Hidup), dan Anak Laki-laki tersebut memiliki beberapa saudara, yaitu anaknya wanita yang memberi ‘Umro tersebut. Kebun tersebut menjadi rebutan antara Anaknya Wanita yang memberi ‘Umro, dan Anaknya Anak Laki-laki yang diberi ‘Umro. Anaknya Wanita yang memberi ‘Umro berkata: Kebun ini adalah Waristan untuk kami, karena kebun ini adalah ‘Umro dari Ibu kami. Anaknya Anak Laki-laki yang diberi ‘Umro berkata: Kebun ini adalah Milik Bapak Kami di hidup dan matinya (menjadi waristan untuk kami). Perebutan itu menjadikan pertengkeran, yang sampai pada Thariq, oleh Thariq Hukumnya ditanyakan kepada Jabir. Jabir bersaksi, bahwa Nabi SAW menghukumi ‘Umro untuk Ahli Waristnya Orang yang diberi ‘Umro. Maka Thariq memakai Hukumnya Jabir tersebut. Oleh Thariq kejadian tersebut dilaporkan kepada Abdil Malik (Amirul Mu’min saat itu) melalui Surat. Yang isinya surat, tentang persaksian Jabir. Maka Abdul Malik menjawab: Jabir benar dalam menghukumi. Kemudian Thariq menghukumi Kebun tersebut untuk Anak-anaknya Orang yang diberi ‘Umro sampai saat ini (‘Umro tidak berhenti sebab kematiannya Orang yang diberi ‘Umro). HR Muslim fi Kitabil Hibat
١٦٢٥- حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ. قَالَا: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ. حَدَّثَنَا شُعْبَةُ. قَالَ: سَمِعْتُ قَتَادَةَ يُحَدِّثُ عَنْ عَطَاءٍ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِاللهِ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ (الْعُمْرَى جَائِزَةٌ). رواه مسلم فى كتاب الهبات
Artinya: Nabi SAW brsabda: “Umro itu boleh” maksutnya Shah dan Terus, untuk diwaristkan kepada Ahli Waristnya Orang yang diberi ‘Umro. HR Muslim fi Kitabil Hibat
١٦٢٥- حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَبِيْبٍ الْحَارِثِيُّ. حَدَّثَنَا خَالِدٌ (يَعْنِي ابْنَ الْحَارِثِ). حَدَّثَنَا سَعِيْدٌ عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنْ جَابِرٍ عَنِ النَّبِيِّ أَنَّهُ قَالَ (الْعُمْرَى مِيْرَاثٌ لِأَهْلِهَا). رواه مسلم فى كتاب الهبات
Artinya: Nabi SAW Bersabda: ‘Umro itu menjadi Warisannya Ahli Warist yang diberi Umro. HR Muslim fi Kitabil Hibat
١٣٥١- حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيْعٍ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ عَنْ دَاوُدَ بْنِ أَبِي هِنْدٍ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ الْعُمْرَى جَائِزَةٌ لِأَهْلِهَا وَالرُّقْبَى جَائِزَةٌ لِأَهْلِهَا.
قَالَ أَبُو عِيْسَى هَذَا حَدِيْثٌ حَسَنٌ وَقَدْ رَوَى بَعْضُهُمْ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ بِهٰذَا الْإِسْنَادِ عَنْ جَابِرٍ مَوْقُوْفًا وَلَمْ يَرْفَعْهُ وَالْعَمَلُ عَلَى هٰذَا عِنْدَ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ
وَغَيْرِهِمْ أَنَّ الرُّقْبَى جَائِزَةٌ مِثْلَ الْعُمْرَى وَهُوَ قَوْلُ أَحْمَدَ وَ إِسْحَقَ وَفَرَّقَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَهْلِ الْكُوْفَةِ وَغَيْرِهِمْ بَيْنَ الْعُمْرَى وَالرُّقْبَى فَأَجَازُوا الْعُمْرَى وَلَمْ يُجِيْزُوا الرُّقْبَى.
قَالَ أَبُو عِيْسَى وَتَفْسِيْرُ الرُّقْبَى أَنْ يَقُوْلَ هٰذَا الشَّيْءُ لَكَ مَا عِشْتَ فَإِنْ مُتَّ قَبْلِي فَهِيَ رَاجِعَةٌ إِلَيَّ وَقَالَ أَحْمَدُ وَ إِسْحَقُ الرُّقْبَى مِثْلُ الْعُمْرَى وَهِيَ لِمَنْ أُعْطِيَهَا وَلَا تَرْجِعُ إِلَى الْأَوَّلِ.
رواه الترمذى فى كتاب الأحكام. الألباني: صحيح
Artinya: Nabi SAW brsabda: “Umro itu boleh” maksutnya Shah (untuk yang diberi) dan Terus (untuk ahli warist), untuk diwaristkan kepada Ahli Waristnya Orang yang diberi ‘Umro, begitu juga Ruqba.
Abu ‘Isa (Imam Tirmidzi) berkata: Hadist ini Hasan. karena Para Ahli Ilmu meriwayatkannya dari  Abu Zubair dengan isnad yang berhenti pada Jabir. dan Jabir tidak memarfu’kan Hadist ini. (harusnya Hadist ini Dhaif) Namun kebanyakan Ahli Ilmu dari kalangan Shahabat dan Selainnya Shahabat, banyak yang mengamalkan seperti Hadist ini, yaitu Umro seperti Ruqba, terus/ untuk diwaris (tidak kembali pada orang yang memberi) sehingganya Hadist ini menjadi Hasan. Ucapannya Ahmad (gurunya Abu ‘Isa) dan Ishaq: Sebagian Ahli Ilmu dari penduduk Kufah dan selain Penduduk Kufah, itu membedakan antara ‘Umro dan Ruqba. Yaitu Umro terus untuk Ahli Warist, sedangkan Ruqba Tidak Terus Untuk Ahli Warist (kembali kepada yang memberi). Ini hanya perselisihan Ahli Ilmu, Untuk ke Mashlahatan Hukum Ruqba tetap Terus/ menjadi Warisannya Orang yang diberi Ruqba (sumber: hadist di atas).
Abu ‘Isa menafsirkan Arti Ruqba: ini pemberian seumur hidup mu, dengan ‘aqad jika kamu mati lebih dulu, maka pemberian tersebut kembali padaku, dan jika aku mati lebih dulu, maka pemberian tersebut tetap untukmu. Ucapannya Ahmad (gurunya Abu ‘Isa) dan Ishaq: Ruqba itu seperti ‘Umro, tetap untuk yang diberi, tidak dapat kembali pada yang memberi. HR At-Tirmidzi fi Kitabil Ahkam
٦٥٣٧- أَخْبَرَنَا هِلَالُ بْنُ الْعَلَاءِ قَالَ حَدَّثَنَا أَبِيْ قَالَ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللهِ وَهُوَ بْنُ عَمْرٍو عَنْ سُفْيَانَ عَنِ بْنِ أَبِي نَجِيْحٍ عَنْ طَاوُسٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِثٍ عَنِ النَّبِيِّ الرُّقْبَى جَائِزَةٌ. رواه النسائى فى كتاب الرقبى
Artinya: Nabi SAW brsabda: “Ruqba itu boleh” maksutnya Shah dan Terus, untuk diwaristkan kepada Ahli Waristnya Orang yang diberi Ruqba. HR An-Nasai fi Kitabir Ruqba

٦٥٤١- أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَرْبٍ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُوْ مُعَاوِيَةَ عَنْ حَجَّاجٍ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ طَاوُسٍ عَنِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ الْعُمْرَى جَائِزَةٌ لِمَنْ أُعْمِرَهَا وَالرُّقْبَى جَائِزَةٌ لِمَنْ أُرْقِبَهَا وَالْعَائِدُ فِي هِبَتِهِ كَالْعَائِدِ فِي قَيْئِهِ. رواه النسائى فى كتاب الرقبى
Artinya: Nabi SAW bersabda: ‘Umro itu Shah untuk Orang yang diberi ‘Umro (tidak dapat kembali kepada yang memberi ‘Umro), dan Ruqba itu Shah untuk Orang yang diberi Ruqba (tidak dapat kembali kepada yang memberi Ruqba). Siapa saja yang meminta kembali pada pemberiannya, itu seperti orang yang menjilat muntahnya (Hukum nya Harom). HR An-Nasai fi Kitabir Ruqba
٦٥٤٥- أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ قَالَ أَنْبَأَنَا حِبَّانُ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ عَنْ حَنْظَلَةَ أَنَّهُ سَمِعَ طَاوُسًا يَقُوْلُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ لَا تَحِلُّ الرُّقْبَى فَمَنْ أُرْقِبَ رُقْبَى فَهُوَ سَبِيْلُ مِيْرَاثِ. رواه النسائى فى كتاب الرقبى
Artinya: Nabi SAW bersabda: Ruqba itu tidak halal (Ruqba yang bersyarat, contoh: Ruqba ini pemberian seumur hidup mu, jika kamu mati lebih dulu, maka pemberian tersebut kembali padaku, dan jika aku mati lebih dulu, maka pemberian tersebut tetap untukmu), maka siapa saja yang mendapat Ruqba, Ruqba tersebut menjadi jalannya Warist (untuk diwaristkan kepada Ahli Waristnya Orang yang diberi Ruqba). HR An-Nasai fi Kitabir Ruqba
٦٥٦١- أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ سُلَيْمَانَ قَالَ أَنْبَأَنَا عُبَيْدُ اللهِ عَنْ إِسْرَائِيْلَ عَنْ عَبْدِ الْكَرِيْمِ عَنْ عَطَاءٍ قَالَ نَهَى رَسُوْلُ اللهِ عَنِ الْعُمْرَى وَالرُّقْبَى قُلْتُ وَمَا الرُّقْبَى قَالَ يَقُوْلُ الرَّجُلُ لِلرَّجُلِ هِيَ لَكَ حَيَاتَكَ فَإِنْ فَعَلْتُمْ فَهُوَ جَائِزَةٌ. رواه النسائى فى كتاب الرقبى
Artinya: ‘Atha’ berkata: Nabi SAW melarang ‘Umro dan Ruqba. Aku (Abdul Karim) bertnya: Ruqba itu apa...?. ‘Atha’ menjawab: yaitu ada Seorang Laki-laki berkata kepada Laki-laki lain-lain: Pemberian ini hanya seumur hidup mu. Walaupun begitu akadnya, Umro dan Ruqba itu boleh, maksutnya Shah dan Terus, untuk diwaristkan kepada Ahli Waristnya Orang yang diberi ‘Umro dan Ruqba. HR An-Nasai fi Kitabir Ruqba
Hikmahnya: Sebelum memberikan seseuatu kepada seseorang, baik Hibah/ ‘Athiyah/ ‘Umro/ Ruqba, Supaya difikir-fikir terlebih dahulu, karena pemberian tersebut tidak dapat kembali kepada Orang yang memberi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar